Maumere, GardaFlores – Proses pembangunan Rumah Sakit Pratama di Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka, kini menghadapi masalah serius. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan beberapa pihak lain sedang dalam proses hukum di Kejaksaan Negeri Sikka.
Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, Petrus Herlemus yang mengetahui proses awal pembangunan RS Pratama yang kini bermasalah itu, mengungkapkan sekelumit latar belakang.
Kepada media Senin (9/12/2024), Herlemus menjelaskan bahwa pembangunan rumah sakit tersebut merupakan bagian dari janji politik Bupati Fransiskus Roberto Diogo dan Wakil Bupati Romanus Woga lima tahun lalu untuk mendukung pengembangan zona pariwisata di kawasan selatan, khususnya di pantai pasir putih Doreng.
“Untuk menjadi kawasan pariwisata, salah satu fasilitas yang harus tersedia adalah dukungan fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit,” jelasnya.
Baca juga:
Peringati Hari Anti Korupsi Sedunia, Kejaksaan Negeri Sikka Gelar FGD Upaya Cegah Korupsi
Dia mengatakan, rencana pembangunan rumah sakit ini kemudian dimasukkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Dari RPJMD, disusunlah Rencana Kerja Dinas (Renja Dinas), dimana, lokasi pembangunan diupayakan oleh pemerintah dan masyarakat setempat. Dalam proses ini, camat Doreng yang saat itu dijabat oleh Lambert Keytimu berperan aktif menentukan lokasi.
Setelah lokasi ditentukan, proses pembuatan master plan dimulai. Pada tahun 2019, Dana sebesar Rp 350 juta dialokasikan untuk menyusun master plan yang dilanjutkan dengan proses pelelangan untuk menentukan konsultan. Setelah satu tahun, master plan disiapkan tetapi pembangunan tidak dapat dilanjutkan karena keterbatasan anggaran.
Pada tahun 2022, ketika adanya pinjaman daerah, anggaran pembangunan rumah sakit dialokasikan mencapai Rp 38 miliar, meskipun biaya sesuai master plan mencapai Rp 68 miliar.
Baca juga:
Kontraktor Pembangunan Gedung Rawat Inap Rumah Sakit Pratama Doreng Ditahan
Proses pelelangan dilaksanakan, namun muncul kendala saat pematangan lahan, dimana terjadi permasalahan volume galian yang tidak sesuai dengan rencana anggaran.
Dikatakan, ketika kontrak ditandatangani, persiapan lahan belum sepenuhnya dilakukan. Tetapi pencairan uang muka dilakukan meskipun proyek belum dimulai.
Petrus Herlemus yang saat itu menjabat sebagai kepala dinas kemudian memutuskan untuk mencairkan uang muka sesuai dengan prosedur, namun PPK tidak melengkapi semua persyaratan yang dibutuhkan.
Baca juga:
Kasus Proyek RS Pratama Doreng, Tersangka GG Ditahan di Rutan Maumere
Setelah pencairan uang muka, Petrus Herlemus dimutasi, sehingga tanggung jawab pembangunan dialihkan kepada PPK. Namun, di lapangan, terjadi wanprestasi dan bahkan kontrak diputus. PPK kemudian berupaya mengembalikan uang muka, tetapi proses ini menjadi rumit dan menyebabkan penyelidikan hukum dari pihak Kejaksaan Negeri Sikka.
“Proses ini menunjukkan perlunya pengawasan dan akuntabilitas dalam proyek pemerintah untuk mencegah masalah serupa di masa depan,” tutup Petrus Herlemus.
Kasus ini mencerminkan tantangan yang dihadapi dalam melaksanakan proyek pembangunan infrastruktur kesehatan dan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dengan masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.»
(rel)