Maumere, GardaFlores – Penjabat (PJ) Sekda Kabupaten Sikka, Margareta Movaldes Da Maga Bapa, ST., M. Eng memaparkan langkah-langkah penanganan terhadap pengungsi yang terdampak erupsi Gunung Lewotobi.
Kepada media di Auditorium Egon Kantor Bupati Sikka, Sabtu (14/12/2024), Margareta Movaldes Da Maga Bapa atau biasa disapa Femy Bapa menjelaskan, erupsi gunung Lewotobi ini telah berlangsung sejak 2023, dengan puncaknya terjadi pada tahun 2024. Erupsi yang intensif menyebabkan peningkatan jumlah pengungsi, baik dari Kabupaten Flores Timur maupun Kabupaten Sikka.
Akibat erupsi yang terus berlangsung, banyak lahan pertanian yang tertutup abu vulkanik, yang mengganggu perekonomian masyarakat. Petani mengeluhkan hasil pertanian yang tidak bisa dijual atau dikonsumsi karena dampak dari abu vulkanik. Selain itu, gangguan pada penerbangan juga memperburuk kondisi, menghambat distribusi hasil pertanian dan barang lainnya.
Femy Bapa menjelaskan bahwa pemerintah Kabupaten Sikka segera merespon dengan melakukan kajian dan menetapkan status Siaga Bencana. Fokus utama dari pemerintah adalah menangani dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh letusan tersebut, terutama bagi warga yang terdampak erupsi di wilayah tersebut.
Baca juga:
Pemda Sikka Evaluasi Penanganan Pengungsi Erupsi Gunung Lewotobi
Evakuasi Pengungsi dan Penanganan Darurat
Pada November 2024, saat erupsi semakin intens, pemerintah Kabupaten Sikka mengeluarkan status Siaga Bencana dan segera memulai proses evakuasi. Warga yang tinggal di wilayah terdampak, seperti Desa Kringa dan Desa Hikong, mulai diungsikan. Evakuasi berlangsung pada 11 hingga 12 November 2024, setelah peningkatan aktivitas gunung api yang menyebabkan kepanikan di kalangan warga.
Pemerintah Kabupaten Sikka juga berkoordinasi dengan pemerintah Kabupaten Flores Timur untuk menangani pengungsi yang semakin meningkat. Bantuan logistik disalurkan secara berkelanjutan ke wilayah Flores Timur dan wilayah perbatasan Kabupaten Sikka. Kecamatan Talibura, salah satu daerah yang terdampak langsung, menjadi fokus perhatian, meski wilayah yang paling banyak merasakan dampak erupsi adalah lima desa di daerah perbatasan.
Pemerintah Kabupaten Sikka menyiapkan posko pengungsian di Kecamatan Waigete untuk menampung pengungsi dari Sikka dan Flores Timur. Lebih dari 2.000 pengungsi dari Flores Timur mengungsi secara mandiri ke wilayah Kabupaten Sikka, sementara 2.000 lainnya tinggal di posko yang telah disiapkan oleh pemerintah.
Baca juga:
Prevalensi Stunting di Kabupaten Sikka Masih Tinggi, Sebanyak 2.677 Balita Kekurangan Asupan Gizi
Status Darurat dan Pemulihan Pengungsi
Pemerintah Kabupaten Sikka meningkatkan status bencana dari Siaga menjadi Darurat pada 10 hingga 24 November 2024. Selama periode tanggap darurat, pemerintah melakukan evakuasi dan memastikan kebutuhan dasar pengungsi, baik dari Kabupaten Sikka maupun Flores Timur, terpenuhi. Pengungsi tersebar di 15 kecamatan di Kabupaten Sikka, dengan mayoritas berada di Kecamatan Lela.
Setelah erupsi mulai mereda pada 29 November 2024, pemerintah Kabupaten Sikka melakukan evaluasi dan merencanakan pemulangan pengungsi ke desa masing-masing. Proses pemulihan ini dilaksanakan dengan memperhatikan kondisi dan keamanan warga yang terdampak erupsi.
Pemerintah Kabupaten Sikka terus berkoordinasi dengan pihak terkait, baik pemerintah provinsi maupun daerah lainnya, untuk memastikan proses evakuasi dan pemulihan berjalan dengan baik.»
(rel)