Maumere, GadaFlores – Sosialisasi pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) oleh Kopdit Pintu Air di Desa Nita, Kabupaten Sikka, berakhir dengan penolakan warga setempat.
Acara yang berlangsung pada Rabu (13/11/2024) ini dipimpin oleh Kepala Desa Nita, Herman Ranu, dan dihadiri oleh sejumlah pejabat kabupaten, termasuk Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Kepala Bagian Ekonomi, serta Kepala Bidang Tata Ruang Kabupaten Sikka.
Baca juga:
Pembangunan SPBU Milik Kopdit Pintu Air di Desa Nita Belum Kantongi Izin
Penolakan warga, terutama dari RT 027 Dusun Baoloar, muncul di akhir sesi. Seorang warga, Yohanes Widianto, meminta para pejabat yang hadir untuk membaca ulang rekomendasi DPRD Sikka yang dikeluarkan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP). Akibatnya, para pejabat tampak terpaku dan tidak dapat melanjutkan dialog.
Kepala Bagian Ekonomi Kabupaten Sikka, Kandidus L. Tolok, menjelaskan bahwa pembangunan SPBU bertujuan untuk memastikan distribusi bahan bakar hingga ke pelosok daerah, sesuai amanat BPH Migas. Ia memaparkan rantai distribusi bahan bakar, mulai dari Pertamina hingga sub-penyalur, yang melayani kebutuhan masyarakat di wilayah terpencil.
“Pemerintah wajib memastikan bahan bakar tersedia hingga pelosok, termasuk melalui sub-penyalur yang sudah diatur sesuai BPH Migas Nomor 1 Tahun 2024,” ujar Kandidus.
Ia juga menyebutkan bahwa Kabupaten Sikka memiliki empat sub-penyalur di Kecamatan Nita, Magepanda, Bola, dan Talibura, yang berfungsi melayani konsumen kendaraan dan usaha mikro.
Baca juga:
Pemkab Sikka Hentikan Penyaluran BBM ke Sub Penyalur, Kabag Ekonomi Bantah
DLH Berperan pada Tahap Akhir
Kepala DLH Sikka, Akulinus, menjelaskan bahwa pembangunan SPBU di Desa Nita masih dalam proses evaluasi. Menurutnya, DLH hanya mengeluarkan rekomendasi setelah seluruh proses perizinan dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait selesai.
“Dinas Lingkungan Hidup memiliki peran strategis karena pembangunan harus berkelanjutan. Apabila dampak lingkungan mengancam keselamatan jiwa atau ekosistem, usaha itu tidak dapat dilanjutkan,” tegas Akulinus.
Ia menambahkan, Kopdit Pintu Air telah mengantongi Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) pada 2021, namun perubahan skala usaha mengharuskan pengajuan izin baru.
Baca juga:
Penolakan warga didasarkan pada kekhawatiran terhadap dampak lingkungan dan keselamatan yang ditimbulkan oleh pembangunan SPBU tersebut.
Akulinus mengingatkan pentingnya menjaga kualitas lingkungan hidup demi keberlanjutan bagi generasi mendatang. “Jika keputusan keliru diambil hari ini, generasi masa depan yang akan menanggung akibatnya,” ungkapnya.
Meski pemerintah telah memberikan penjelasan, warga tetap bersikeras menolak proyek tersebut. Penolakan ini menjadi tantangan bagi pihak terkait untuk menjembatani kebutuhan pembangunan dan kekhawatiran masyarakat.
Acara sosialisasi yang diharapkan berjalan lancar justru menyoroti pentingnya transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan fasilitas umum.»
(rel)