Maumere, gardaflores.com—Pemerintah Kabupaten Sikka mengambil langkah cepat dalam rencana pengembangan potensi hutan, khususnya melalui program perhutanan sosial. Langkah cepat itu dibuktikan melalui penandatanganan dokumen Integrated Area Development (IAD) Kabupaten Sikka Tahun 2025-2030.

Penandatangan itu dilakukan oleh Penjabat Sekda, Margaretha Movaldes Da Maga Bapa di Aula Hotel Silvia, Maumere, Jumat, (2/8/2024).

Hadir saat rapat finalisasi dan penandatangan dokumen IAD antara lain, Analis Kebijakan Ahli Utama Bambang Supriyanto, Dirut Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial, Catur Endang Prasetiani,  Pejabat Forkopimda Kabupaten Sikka, Pimpinan Perangkat Daerah Kabupaten Sikka, Para Camat, Kepala desa, Kepala UPTD Propinsi NTT, dan pimpinan LSM/NGO.

Dalam sambutannya, Penjabat Sekda yang biasa disapa, Femi Bapa mengatakan, dokumen pengembangan wilayah terpadu ini, merupakan babak baru dalam pengembangan pemanfaatan potensi  kawasan hutan. 

Ia mengatakan, struktur perekonomian masyarakat Kabupaten Sikka masih bertumpuh pada sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, dengan jumlah kontribusi sebesar 38,77 persen. Hal ini kata Femi, menunjukkan potensi ini perlu diintervensi secara professional sehingga dapat memberikan manfaatnya yang lebih besar.

“Saya mengajak segenap stakeholder untuk bekerja sama dalam implementasi berbagai program dan rencana aksi pengelolaan Kehutanan Sosial di Kabupaten Sikka yang berwawasan ekologi, ekonomis dan sosial untuk mewujudkan masyarakat Sikka yang lebih baik,” harapnya.

Kepada pemerintah provinsi, Femi juga berharap agar terus melakukan pendampingan dan dukungan, agar bersama-sama  mengimplementasikan berbagai program yang telah direncanakan  dalam master plan.  

Hadir saat rapat finalisasi dan penandatangan dokumen IAD antara lain, Analis Kebijakan Ahli Utama Bambang Supriyanto, Dirut Pengembangan Usaha Perhutanan Sosial, Catur Endang Prasetiani, Pejabat Forkopimda Kabupaten Sikka, Pimpinan Perangkat Daerah Kabupaten Sikka, Para Camat, Kepala desa, Kepala UPTD Propinsi NTT, dan pimpinan LSM.

Sementara ketua panitia sekaligus Coordinator Forest Program V Provinsi NTT, Timbul Batubara, dalam laporannya mengatakan, Forest Programme V (FPV) diharapkan dapat berkontribusi pada peningkatan mata pencarian yang berkelanjutan melalui perlindungan habitat yang alami dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan.

Forest Programme V kata Batubara, selalu bekerja di areal yang telah memperoleh ijin atau persetujuan Perhutanan Sosial (PS) dan berusaha untuk memperluas manfaat di daerah tersebut melalaui pendekatan pengembangan kawasan terpadu.

Untuk diketahui, isu Perhutanan Sosial ini pernah dibahas dalam sebuah FGD (Focus Group Discussion) di Hotel Sylvia bulan Mei lalu. Ketika itu, salah seorang pendamping Kelompok Perhutanan Sosial berharap agar kegiatan FGD tentang Integrated Area Development (IAD) dapat menghasilkan sebuah rencana pengelolaan Perhutanan Sosial secara lebih baik.

Hanya dalam tempo 3 bulan, harapan peserta FGD itu akhirnya terwujud melalui penandatangan dokumen IAD Kabupaten Sikka tahun 2025-2030.

Pada kegiatan FGD itu, Kepala Balai Perhutanan Sosial Kemitraan dan Lingkungan (BPSKL wilayah Bali dan Nusra, Yusuf mengatakan, perhutanan sosial di Kabupaten Sikka telah mencapai 31 persetujuan perhutanan sosial dengan luas mencapai 13.048 hektar yang melibatkan pengelola sebanyak 6.315 kepala keluarga.

Yusuf juga mengatakan, di Kabupaten Sikka sudah terbentuk 190 kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS). Program ini sudah berjalan sejak tahun 2022.»(rel)

Tags:ANALIS KEBIJAKANFEMI BAPAIADINTEGRATED AREA DEVELOPMENTPERHUTANAN SOSIALPROVINSI NTTSEKDA SIKKASikka