Maumere, GardaFlores – Sidang kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan terdakwa Yuvinus Solo kini memasuki tahap pemeriksaan para saksi. Uniknya, keterangan yang diberikan justru saling bertentangan.

Kuasa hukum terdakwa, Domi Tukan dan Alfons Ase, kepada media di Maumere, Kamis (26/9/2024) menyoroti berbagai kesaksian yang muncul dalam persidangan yang saling bertentangan.

Domi Tukan menjelaskan bahwa dalam persidangan terdapat enam saksi yang memberikan keterangan, termasuk istri almarhum, Herlina Mbadi, serta saksi-saksi lain seperti Petrus Arifin, Hendra, Raga Nong, Rasminggo Kurniawan, dan Hironimus Yani Roni. Herlina mengaku pernah berkomunikasi dengan suaminya di Kalimantan, yang saat itu dalam kondisi hendak dibawa ke rumah sakit.

Namun, kesaksian lain dari Petrus Arifin menyatakan bahwa ia menandatangani surat penolakan rujukan untuk membawa Yodimus ke rumah sakit, dengan alasan bahwa Yodimus sendiri menolak untuk dirujuk. Ketika ditanya oleh pengacara, Petrus Arifin awalnya menyebut Joker sebagai pihak yang bertanggung jawab, namun kemudian mengakui bahwa dirinya yang menandatangani surat penolakan tersebut dan bertanggung jawab atas keputusan itu.

Domi juga mengungkapkan fakta bahwa nama Yodimus Moan Kaka tidak tercantum dalam manifes kapal saat berangkat dari Maumere ke Kalimantan. Meskipun demikian, ia berhasil menumpang kapal hingga sampai di Kalimantan. Selain itu, beberapa saksi lainnya, termasuk Hironimus, memiliki perbedaan antara nama yang tertera di tiket dan KTP mereka.

 

BACA JUGA

Saksi Tidak Sebutkan Joker sebagai Pelaku TPPO

Beberapa saksi mengaku direkrut oleh seseorang bernama Senut untuk bekerja di Kalimantan. Namun, ada dua saksi yang mengklaim bahwa mereka direkrut oleh Joker, meskipun mereka tidak pernah bertemu secara langsung dengan Joker.

Dalam kesaksian lain, saksi Heribertus mengungkapkan bahwa ia bersama dua temannya, Yoli dan Fanto, diajak langsung oleh Yodimus Moan Kaka untuk pergi ke Kalimantan mencari pekerjaan. Domi menegaskan bahwa jika benar Yodimus adalah korban perdagangan manusia, tidak logis jika dia sendiri yang merekrut orang lain untuk bekerja di sana.

Kuasa hukum juga menegaskan bahwa tidak ada hubungan langsung antara Joker dan almarhum Yodimus. “Almarhum membawa orang ke Kalimantan, dia yang merekrut mereka. Jika kemudian istri almarhum menuntut ganti rugi sebesar Rp 1 miliar, ini menimbulkan pertanyaan besar: kepada siapa tuntutan ini diajukan?” ujar Domi.

Dalam persidangan, saksi Petrus Arifin menyatakan bahwa Yodimus meninggal karena kelaparan. Namun, pernyataan ini ditolak oleh kuasa hukum terdakwa, yang menganggapnya sebagai kesimpulan sepihak dan bukan fakta berdasarkan bukti yang ada.

Alfons Ase menambahkan bahwa jika para pekerja tidak diberikan makan oleh perusahaan, itu karena mereka telah mengundurkan diri dari pekerjaan. Meskipun begitu, perusahaan tetap menyediakan mobil ambulans untuk mengangkut jenazah Yodimus.

“Fakta-fakta yang disampaikan dalam persidangan, di bawah sumpah, adalah yang harus dipegang sebagai kebenaran,” tegas Alfons.»

(rel)

Tags:ALFONS ASEDOMI TUKANJokerPENGADILAN NEGERI MAUMEREPERDAGANGAN ORANGSIDANG KASUS TPPOTPPOYUVINUS SOLO