karel pandu

Oleh Karel Pandu

Panen raya padi yang digelar di Desa Kolisia B, Kecamatan Magepanda, Kabupaten Sikka, pada Senin 28 April 2025, sejatinya harus dipahami bukan semata sebagai seremoni tahunan, melainkan sebagai tanda penting: bahwa menuju swasembada pangan bukan lagi sekadar wacana, melainkan kebutuhan mendesak daerah ini.

Kegiatan yang diinisiasi oleh Komandan Kodim 1603/Sikka, Letkol Arm Denny Riesta Permana, dan dihadiri penuh oleh unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), Kepala Bulog, Kepala Dinas Pertanian, hingga Bupati Sikka, Juventus Prima Yoris Kago (JPYK), memperlihatkan keseriusan semua pihak. Namun pertanyaannya, akankah semangat ini nanti menjadi langkah konkret dan berkelanjutan?

Antara Realitas dan Harapan

Data yang disampaikan dalam acara tersebut sangatlah gamblang: kebutuhan beras di Kabupaten Sikka mencapai 37.000 ton per tahun, sedangkan produksi lokal baru mencapai 10.000 ton. Defisit sebesar 27.000 ton ini menunjukkan bahwa kemandirian pangan kita masih jauh dari ideal.

Ironisnya, di tengah semangat swasembada, petani lokal masih dihadapkan pada berbagai persoalan klasik: keterbatasan alat pertanian modern, infrastruktur irigasi yang minim, serapan pupuk subsidi yang rendah, tenaga kerja yang mahal, hingga lemahnya akses pasar. Dengan kondisi seperti ini, bagaimana kita bisa berharap produksi padi akan melonjak signifikan dalam waktu dekat?

Ketua DPRD Sikka, Stefanus Sumadi, dengan tepat menyoroti hal tersebut. Ia menekankan perlunya pengelolaan lahan yang lebih serius, pemanfaatan Lembaga Pendidikan Usaha Tani (LPUT) Waigete sebagai pusat inovasi pertanian, serta percepatan perbaikan infrastruktur seperti bendung pertanian. Jika ini tidak segera dilakukan, kekurangan 27.000 ton beras setiap tahun akan menjadi bom waktu yang bisa menggerus stabilitas sosial dan ekonomi daerah.

Kedaulatan Pangan adalah Kedaulatan Daerah

Dalam konteks ini, kita harus menyadari bahwa ketahanan pangan bukan sekadar soal perut, melainkan soal kedaulatan. Daerah yang bergantung pada suplai pangan dari luar adalah daerah yang rentan — rentan terhadap fluktuasi harga, terhadap ketidakpastian distribusi, bahkan terhadap krisis global yang kini semakin sering terjadi.

Oleh sebab itu, visi Bupati Sikka, JPYK, yang menjadikan swasembada pangan sebagai prioritas daerah, patut didukung sepenuhnya. Langkah memperbarui data kebutuhan pupuk setiap tahun, memastikan distribusi lebih tepat sasaran, dan mendorong optimalisasi lahan pertanian, adalah langkah-langkah strategis yang mesti segera diimplementasikan.

Namun, keberhasilan tidak akan datang hanya dengan niat baik pemerintah saja. Diperlukan kesadaran kolektif: petani yang lebih adaptif terhadap teknologi, masyarakat yang mendukung konsumsi produk lokal, serta swasta yang mau berinvestasi dalam sektor pertanian. Hanya dengan kerja sama erat semua pihak, mimpi swasembada pangan akan menjadi kenyataan.

Tantangan ke Depan

Ke depan, tantangan kita bukan hanya soal meningkatkan produksi, tetapi juga soal efisiensi distribusi dan keberlanjutan pertanian. Infrastruktur irigasi harus diperbaiki dan diperluas, tidak cukup hanya dengan memperbaiki bendung yang ada. Teknologi pertanian modern seperti penggunaan drone untuk pemantauan lahan, teknik tanam jajar legowo, hingga sistem irigasi tetes harus diperkenalkan kepada petani.

Selain itu, lembaga keuangan lokal perlu didorong untuk menyediakan skema pembiayaan murah bagi petani. Program asuransi pertanian juga penting, agar petani tidak menanggung seluruh risiko sendiri ketika terjadi gagal panen akibat cuaca ekstrem.

Yang tidak kalah penting, kita harus membangun budaya baru: budaya pertanian berbasis data. Petani tidak lagi hanya mengandalkan intuisi, tetapi keputusan berbasis informasi seperti prakiraan cuaca, analisis tanah, hingga harga pasar yang diperoleh secara real-time.

Menjemput Masa Depan

Panen raya di Desa Kolisia B harus menjadi titik awal. Kita tidak boleh berpuas diri hanya dengan satu musim panen. Kita harus berpikir tentang regenerasi petani muda, memperbaiki tata kelola pertanian, dan memperkuat kelembagaan petani.

Sikka memiliki semua modal dasar: lahan yang subur, tenaga kerja yang melimpah, dan semangat kolektif untuk maju. Yang kita butuhkan sekarang adalah konsistensi, kolaborasi, dan inovasi.

Jika kita bersungguh-sungguh, 2025 bisa menjadi tahun emas, di mana Kabupaten Sikka mulai mewujudkan cita-cita besarnya: berdiri tegak sebagai daerah yang mandiri dalam pangan, dan menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia.

Swasembada pangan bukan sekadar impian. Ia adalah kehormatan. Dan kehormatan itu, harus kita perjuangkan bersama. Terimakaksih.»

Tags:Panen Rayaswasembada pangan