Oleh Marianus Gaharpung
Dosen FH Ubaya, Ketua Dewan Penasehat DPC Peradi Sidoarjo
Membaca dan menyimak narasi pembelaan yang selama ini dilakukan John Bala dan kawan kawan atas tanah HGU Nangahale yang diokupasi warga di sekitar lahan tidak menunjukkan nalar seorang yang paham hukum. Wajar saja akhir-akhir ini timbul reaksi ketidakpuasan warga mulai merasa gerah dengan strategi kerja sebagai penasehat atau pendamping hukum hanya memberi “angin surga” dengan narasinya yang aduhai tanpa adanya kepastian hukum selama ini.
Jujur saja jika fakta hukumnya logik dan argumentatif, sebagai PH harusnya sangat mampu memprediksi bahwa masalah HGU pasti selesai dan warga akan mudah mendapatkan hak-hak atas tanah tersebut.
Nyatanya sudah sekian belas tahun dan berapa jumlah surat yang sudah dilayangkan ke instansi pemerintah mulai Kementrian Agraria, BPN NTT, Kakan Pertanahan Sikka, Pemkab Sikka tetapi tidak digubris. Ini bentuk konkrit narasi dan argumentasi hukum John Bala sejatinya tidak bernalar. Hanya untaian-untaian kata yang menarik ketika dibaca.
Dalam dunia kepengacaraan atau pembelaan hal-hal yang demikian itu tidaklah penting tetapi yang utama membedah kasusnya adalah fakta hukumnya logik, argumentatif dan prediktabilitas. Selama ini John Bala tidak mampu membuktikan sama sekali, lalu cara-cara murahan dengan menduga adanya KKN antara Pemerintah dalam hal ini BPN NTT dan PT Krisrama. Ini bukti dasar argumentasi hukum John Bala lemah sehingga melahirkan pemikiran yang picik yang sejatinya tidak boleh keluar dari nurani seorang yang katanya sudah punya KTA Lawyer. Sungguh memalukan!
Oleh karena itu, kepada Jhon Bala ada beberapa pertanyaan ini silahkan anda menjawab secara terbuka dengan dasar peraturan dan bukti surat yang otentik bukan asumsi. Agar perjuangan AMAN dan anda sebagai PH belasan tahun di tanah HGU membuahkan hasil. Dan, Menteri Agraria AHY akan menindaklanjuti Surat AMAN agar SHGU PT Krisrama dibatalkan.
Adapun pertanyaannya sebagai berikut :
- Apa dasar legalitas warga memasuki lahan HGU Nangahale yang sebelumnya dikuasai oleh misi dan/atau PT Diag dan diperbaharui dengan PT Krisrama?;
- Ketika Panitia B turun ke Lokasi ada reaksi warga, apakah warga tersebut memiliki legal standing (hak gugat) terhadap pemerintah?;
- Jika saat pengukuran Panitia B ada reaksi di lapangan, apakah warga mampu membuktikan hak-hak keperdataan (hak adat) atau hanya berteriak ini tanah suku nenek moyang kami? Wahhh jika modus begini bukan cara-cara kerja PH yang profesional tetapi mengajak kliennya/oknum warga bergaya seperti oknum-oknum dept collector;
- Jika tidak ada alas hak dari warga yang meyakinkan Panitia B dan/ atau Kanwil BPN NTT, apakah dengan menerbitkan SHGU untuk PT Krisrama adalah bentuk KKN BPN NTT dan PT Krisrama? Kasihan, masih ada PH yang logika berpikirnya picik sempit seperti bukan SH dengan profesi lawyer ternyata bergaya ajak warga dengan “bondo nekat”;
- Selama AMAN dan PH warga Nangahale tidak memiliki alas hak atas tanah HGU sebagai milik suku-suku, maka yakinlah Menteri Agraria AHY tidak sebegitu gampangnya membatalkan SHGU PT Krisrama karena sebelum ambil keputusan Menteri akan memanggil Kepala BPN NTT, Kakan Pertanahan Sikka dan PT Krisrama untuk menjelaskan kasus posisinya;
- Perjuangan AMAN dan PH ini di mata hukum sudah habis argumentasi hukumnya karena sejatinya tidak ada alas hak yang logik dan argumentatif tetapi perjuangan selama ini hanya untuk “menarik nafas panjang” agar warga tetap mengokupasi tanah HGU;
Oleh karena itu, kepada Tim Kuasa Hukum PT Krisrama, tetap semangat. Ini perkara tidak sulit teruskan lakukan tindakan pro yustisia agar kepastian hukum dan keadilan benar-benar ada pada PT Krisrama.»