Maumere, GardaFlores—Kepala Bulog Kabupaten Sikka, Marthen Luther Sesa mengaku optimis program swasembada pangan di Kabupaten Sikka bisa mencapai target sebanyak 76 ton walau capaian saat ini baru mencapai 28 ton.
Optimisme itu disampaikan Marthen Luther Sesa saat menghadiri kegiatan panen raya padi di Desa Kolisia B, Kecamatan Magepanda, Senin (28/4/2025).
Ia mengatakan, pihaknya telah melakukan koreksi terhadap target yang diberikan oleh Kanwil Bulog NTT. Setelah dikoreksi, Bulog Sikka diwajibkan memenuhi target 76 ton beras.
“Saat ini realisasi baru mencapai 28 ton, atau sekitar 30 persen dari target,” jelas Marthen.
Ia mengapresiasi sinergi antara Bulog dan Kodim 1603/Sikka dalam mempercepat proses pascapanen. Para Babinsa (Bintara Pembina Desa) aktif membantu pengecekan gabah hingga proses penggilingan di wilayah Kabupaten Sikka.
“Kami sangat terbantu dengan dukungan dari teman-teman Babinsa, yang langsung melakukan pengecekan di setiap tempat penggilingan padi,” ungkap Marthen.
Terkait harga beras, Marthen menegaskan bahwa Bulog Sikka tetap mengacu pada harga yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp 12.000 per kilogram untuk beras, dan Rp 6.500 per kilogram untuk gabah kering.
Baca juga:
Dandim 1603/Sikka Pimpin Panen Raya Padi di Desa Kolisia B, Bupati JPYK: Swasembada Pangan Jadi Prioritas Daerah
“Selain itu, kami juga aktif menjemput hasil panen langsung dari lapangan, tidak hanya menunggu di depan gudang Bulog. Dandim bersama Babinsa rutin melakukan sosialisasi kepada para petani,” tambahnya.
Sementara itu, Komandan Kodim 1603/Sikka, Letkol Arm Denny Riesta Permana juga menyatakan optimis program swasembada pangan di Kabupaten Sikka dapat mencapai target produksi 76 ton beras.
“Mudah-mudahan target 76 ton dapat tercapai. Saat ini capaian kita baru 30 persen,” ujar Denny.

Dalam panen raya tersebut, Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Suma Mukuwato, Nong Pedriko da Silva, turut hadir. Nong mengelola lahan seluas lebih dari tiga hektare di Desa Kolisia B. Sekali panen, ia mampu menghasilkan sekitar tujuh hingga delapan ton gabah kering.
Namun, Pedriko da Silva juga mengungkapkan sejumlah kendala yang dihadapi, seperti kekurangan air, serangan hama wereng, dan mahalnya biaya tenaga kerja. Untuk perawatan lahannya, ia menggunakan 600–700 kilogram pupuk Urea dan lebih dari 1,5 ton pupuk MPK, dengan total biaya produksi mencapai lebih dari Rp 20 juta.
“Walaupun hasil panen cukup bagus, kami masih menghadapi hambatan, terutama kurangnya air, hama, dan mahalnya biaya pekerja,” ujar Nong.»
(rel)