Maumere, GardaFlores—Kuasa hukum PT Krisrama, Petrus Selestinus menyebutkan, klaim masyarakat terhadap tanah di Nangahale sebagai hak ulayat merupakan klaim yang menyesatkan dan berpotensi menimbulkan keonaran.

Petrus Selestinus menyebutkan hal itu dalam keterangan pers yang diterima media ini, Kamis (13/2/2025).

Menurut Selestinus, klaim yang dilontarkan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan masyarakat adat Suku Soge Natarmage dan Suku Goban Runut’ tidak memiliki dasar hukum dan fakta sejarah yang kuat. Apalagi, katanya, HGU di Nangahale itu telah dikelola secara berkelanjutan selama lebih dari satu abad tanpa adanya gugatan.

Baca juga:
Cegah Penyebaran Virus African Swine Fever, Polisi Amankan Mobil Pengangkut Babi dari Nagekeo

“Faktanya selama 100 tahun lebih lahan HGU Nangahale dikelola secara terus-menerus oleh perusahaan dengan legal standing yang sah. Beberapa kali telah terjadi ‘peristiwa hukum’ berupa pelepasan hak, pengalihan hak dan perubahan penggunaan lahan. Tidak pernah ada gugatan apa pun,” tegasnya.

Petrus mempertanyakan legal standing kedua suku tersebut sebagai masyarakat adat yang memiliki hak ulayat di atas lahan HGU Nangahale. Ia merujuk pada Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pakok Agraria, yang mensyaratkan eksistensi nyata dan keselarasan dengan prinsip NKRI.

“Kedua suku ini tidak pernah muncul sebagai satu kesatuan Masyarakat Adat yang secara nyata eksis, sesuai dengan syarat pasal 18B ayat (2) UUD 45 dan Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1960,” jelasnya.

Baca juga:
Kementerian HAM Siap Fasilitasi Kasus Tanah Nangahale

Selestinus menduga ada aktor intelektual dan spekulan tanah yang memanfaatkan situasi ini. Ia menyebut kelompok yang mengklaim diri sebagai masyarakat adat tersebut tidak memiliki data fisik dan yuridis yang kuat, serta tidak pernah membayar PBB atau mengelola lahan secara produktif.

Lebih lanjut, Selestinus memaparkan sejumlah fakta hukum terkait lahan HGU Nangahale:

1926: Perusahaan Belanda, NV Amsterdam Soenda Compagni menjual tanah seluas 1.438 Ha kepada Apostholik Vikariat Van De Klanis Soenda Elianden.

1956: Vikariat Apostolik Ende mengembalikan sebagian tanah konsesi Nangahale seluas 783 Ha kepada Pemerintah Swapraja Sikka.

Baca juga:
Polres Sikka Pulangkan 9 Pekerja Migran Indonesia ke Daerah Asalnya

1979: Keuskupan Agung Ende mengajukan permohonan HGU atas tanah Perkebunan Nangahale.

2023: Negara melalui Kanwil BPN Provinsi NTT menerbitkan Keputusan Pemberian HGU kepada PT. Krisrama seluas 325,86 hektar.

Seletinus mengkritik narasi yang menyebut Gereja melanggar HAM dan menggusur warga dengan menyebutnya sebagai pernyataan sesat yang mengeksploitasi masyarakat kurang pendidikan dan miskin.

Ia menegaskan bahwa PT Krisrama dilarang menyerahkan pemanfaatan tanah HGU Nangahale kepada pihak lain, kecuali diizinkan oleh peraturan perundang-undangan.»

(rel)

Tags:NV Amsterdam Soenda CompagniPetrus SelestinusPT KRISRAMA