Oleh: Ahmad Gozali

Pelecehan Seksual terhadap anak dibawah umur adalah pelanggaran serius terhadap Hak Asasi Manusia. Dan ketika pelaku adalah oknum anggota polisi yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat, hal ini menjadi lebih mengejutkan dan tidak dapat diterima.

Tindakan seperti ini tentu tidak hanya mencoreng Institusi Kepolisian, tetapi juga merusak kepercayaan Masyarakat terhadap Aparat Penegak Hukum (APH).

Oknum polisi yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur di Sikka, telah melanggar hukum pidana dan kode etik profesi mereka. Sebagai penegak hukum, polisi memiliki tanggung jawab moral untuk melindungi masyarakat, terutama kelompok rentan seperti anak-anak. “Polisi, Pelindung dan Pengayom masyarakat”. Sehingga dalam kasus ini sangat penting penegakan hukum seharusnya tanpa pandang bulu.

Kasus seperti ini harus ditangani dengan tegas. Pelaku harus dihukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku, seperti UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Hukuman berat harus diberikan untuk memberikan efek jera dan menunjukkan bahwa tidak ada toleransi terhadap kejahatan seperti ini.

Menurut Saya, Institusi kepolisian harus melakukan evaluasi dan reformasi untuk memastikan bahwa anggotanya memiliki integritas tinggi. Pelatihan tentang etika, perlindungan anak, dan pencegahan kekerasan seksual harus menjadi prioritas. Karena kekerasan seksual terhadap anak yang marak dilakukan oleh oknum polisi adalah pengingat bahwa lemahnya pengawasan internal dalam tubuh institusi kepolisian terhadap oknum anggota yang menyimpang.

Institusi kepolisian harus bekerja keras untuk memulihkan kepercayaan masyarakat dan memastikan bahwa setiap anggotanya benar-benar berkomitmen untuk melindungi, bukan melukai.

*) Penulis adalah mahasiswa Fakultas Hukum Unipa

Tags:Pelecehan Seksual Terhadap Anak Di Bawah Umur Adalah Pelanggaran Moral dan Hukum