Maumere, GardaFlores—Pater Yosep Kusi SVD, mantan pengelola PT Krisrama periode 2014 – 2021 menanggapi tuduhan bahwa perusahaan milik Keuskupan Maumere itu telah melanggar HAM dengan tindakan “pembersihan” terhadap rumah-rumah yang dibangun warga di lokasi HGU Nangahale.
Dalam sebuah tulisannya yang tersebar di berbagai media, Pater Yosep menyatakan bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar dan perlu diluruskan.
Baca juga:
Keuskupan Maumere Berkembang dengan Bantuan Kebun HGU Nangahale
“Pertanyaan saya, HAM mana yang dilanggar? Keberadaan PT. Krisrama sudah legal secara hukum dan taat kepada pemerintah,” tegas Pater Yosep dalam keterangan yang diterima oleh wartawan di Maumere, Jumat (31/1/2025).
Pater Yosep, yang pernah tinggal di lokasi kebun HGU di Patiahu, menjelaskan bahwa PT. Krisrama telah membayar pajak sesuai kewajiban dan telah memperoleh izin dari pemerintah untuk mengelola lahan HGU di Nangahale. Menurutnya, tuduhan pelanggaran HAM tidak dapat diterima mengingat perusahaan tersebut telah beroperasi secara sah dan mengikuti aturan yang berlaku.
Baca juga:
Pemkab Sikka Minta Warga Keluar dari Lokasi HGU, PJ Bupati: Segera Ajukan Permohonan Hak Atas Tanah!
Dia juga menambahkan, pihaknya merugi akibat tindakan sejumlah individu yang tinggal di lahan HGU tersebut. Mereka, kata Pater Yosep, secara ilegal memanen hasil kebun seperti kelapa, bahkan menebang pohon jati dan pohon kelapa yang berumur puluhan tahun untuk dijual dan digunakan membangun rumah.
“Sejak 2014, PT. Krisrama telah dirugikan dua kali, pertama karena harus membayar pajak, kedua karena hasil kebun diambil tanpa izin,” ungkapnya.
Baca juga:
Pembersihan Lahan oleh PT Krisrama Dinilai Melanggar Hukum dan Tidak Manusiawi
Pater Yosep juga menceritakan pengalaman pribadi yang menegangkan saat berusaha menuntut keadilan. Selama tinggal di Patiahu dari 2014 hingga 2021, dirinya mengaku beberapa kali diancam dengan kekerasan. Bahkan, ketika dirinya berusaha membawa kasus ini ke jalur hukum, dia malah dikenakan denda dan dihadapkan dengan ancaman pembunuhan.
“Airmata saya jatuh untuk urusan HGU Nangahale. Saya diadili oleh ratusan orang. Bahkan ketika menuntut keadilan, saya malah dikejar untuk dibunuh,” ujar Pater Yosep.»
(rel)