Oleh Marianus Gaharpung

(Tim Hukum PT Krisrama)

 

PT Krisrama sebagai pengelola sah yang diberikan negara melalui SHGH terus saja “diobok-obok” oleh oknum-oknum warga di sekitar lokasi HGU dengan alasan yang tidak masuk nalar hukum. Para oknum pelaku tidak memiliki legal standing penguasaan atas lahan tersebut lalu melakukan pengrusakan barang milik PT Krisrama jelas dugaan kuat tindak pidana.

Ini negara hukum bukan wilayah yang tak “bertuan” sehingga kapan saja dan siapa yang kuat dia adalah yang menang (homo homini lupus). Negara hukum, semua perkataan dan perbuatan yang dilakukan seseorang / sekelompok orang merugikan seseorang atau badan hukum privat, maka kena ganjaran hukum. Sehingga dikatakan hukum itu keras tetapi itulah hukum (dura lex sed lex).

Tindakan oknum warga memasuki lahan dan merusak barang milik PT Krisrama adalah tindak pidana, makanya ketika oknum-oknum mau melakukan suatu tindakan hukum harus dipikirkan baik-baik akibat hukumnya. Pelaku pengrusakan sudah dewasa, sehat ingatannya, maka memenuhi unsur hukum untuk dimintai pertanggungjawaban hukum.

Laporan tim hukum PT Krisrama atas 8 (delapan) oknum terduga pelaku pengrusakan dengan Pasal 170 KUHP adalah laporan yang “on track”. Atas pemeriksaan terhadap para oknum terduga pengrusakan ternyata memenuhi unsur-unsur delik Pasal 170 KUHP. Ada asas dalam pidana dikenal dengan sebutan lex certa artinya untuk menentukan adanya tindak pidana maka unsur-unsur deliknya wajib terpenuhi.

Atas dasar hal demikian itu, tindakan pro yustisia oleh Polres Sikka dengan menahan 8 (delapan) orang tersangka ancaman Pasal 170 KUHP sudah memenuhi unsur- unsur delik. Dan, tindakan penahanan atas dasar Pasal 170 KUHP memenuhi syarat obyektif yakni Pasal 170 ayat (1) KUHP mengatur tentang tindak pidana pengeroyokan, yaitu melakukan kekerasan secara terang-terangan dan bersama-sama terhadap orang atau barang. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.

Alasan penahanan memenuhi alasan obyektif seturut KUHAP salah satunya ancaman hukuman 5 (lima) tahun atau lebih. Dan, alasan subyektif penahanan menurut KUHAP juga terpenuhi yakni takutnya pelaku melarikan diri, mengulangi perbuatannya. Selama ini oknum- oknum di lokasi tanah HGU PT Krisrama melakukan tindakan diduga “semau gue” alias emang gue pikirin hanya dengan dasar pemikiran HAM, tanah tersebut milik Tuhan, kami masyarakat (adat) harus dilindungi negara. Lalu orang lain dan / atau PT Krisrama yang mempunyai hak atas pemberian hak pengelolaan oleh negara harus dikesampingkan? Cara berpikir salah, maka kesimpulannya seenaknya (ex falso quo libet).

Oleh karena itu, tindakan pro yustisia dengan penahanan terhadap 8 tersangka atas dasar Pasal 170 KUHP sudah sesuai KUHAP sehingga tidak ada alasan yang logik dan argumentatif untuk penangguhan penahanan. Penahanan terhadap 8 (delapan) oknum pelaku disamping agar adanya efek jera terhadap pelakunya dan memberikan pelajaran berharga bagi warga di sekitar lokasi bahwa ada hukum dan lembaga yang menegakan peraturan (legal structure) yang harus dipatuhi warga negara.»(*)